21 April hari apa? Hari Selasa!
Benar, 21 April adalah hari selasa. Namun yang paling penting, tanggal itu merupakan tonggak kebangkitan kaum perempuan. Ya.. Hari Kartini! Putri Indonesia yang mempunyai cita-cita besar bagi bangsa Indonesia. Beliau adalah putri sejati, harum namanya.
Penghargaan di atas adalah buah kerja kerasnya. Buah kepeduliaannya. Juga buah ketulusan untuk memajukan kaum perempuan bangsanya. Bayangkan, tahun segitu sebagai anak bupati bisa saja Kartini menjadi bagian seleb di jamannya. Tapi kenapa Kartini malah justru menjauh dari aroma kebangsawanan? Enak kan pesta-pesta atau memilih gaya hidup kalangan bangsawan yang Londois, glamour dan berdansa-dansi. Nyatanya, Kartini malah memilih aroma jelata.
Perempuan kala itu dinomorduakan. Ini bukan nomor urut partai atau caleg. Ini adalah nomor status, dimana keberadaan perempuan dibelenggu oleh norma. Perempuan adalah konco wingking. Benar-benar martabat perempuan tidak dimuliakan. Perempuan hanyalah pelengkap hidup lelaki. Derajat lelaki meroket bukan karena prestasi semata. Derajat lelaki meroket karena tidak ada lawan sepadan. Laki-laki benar-benar dinomor wahid dan menjadi segala-galanya.
Dobragan Kartini tentu tidaklah mudah. Bak air menetes, itulah yang dilakukan untuk melobangi batu kali yang keras sekali. Ketekunan tetesan air mampu merusak lapisan keras. Kekuatan Kartini semakin menguat saat ia mampu membangun networking. Pak J.H. Abendanon salah satu sahabat Kartini menjadi bagian terpenting dalam networking itu. Londo yang ngenDonesia ini mampu menjadi corong pemikiran Kartini tentang kaum perempuan Indonesia. Lewat kumpulan pemikiran "Habis Gelap Terbitlah Terang", mata laki-laki dan mata dunia menjadi terbuka.
Kini laki-laki juga harus berterima kasih kepada Kartini, bukan hanya kaum perempuan. Bayangkan, kalau perempuan masih dibelenggu, perempuan masih menjadi konco wingking, sementara dunia mengalami gonjang-ganjing resesi ekonomi berkali-kali. Laki-laki (kalau tidak jaim) pasti akan mengatakan "Terima kasih Perempuan, isteriku tersayang, gajimu menyelamatkan cash flow rumah tangga kita dari resesi”. Bahkan ada yang lebih ekstrim, "Kalau tidak ada perempuan yang menjadi isteriku, gulungan tikar sudah menggantikan hamparan karpet di rumah, alias bangkrut!" Mengapa demikian? Karena banyak kalangan lelaki yang sudah mendahului terkena PHK.
Akhirnya sebagai perempuan saya hanya bisa menyesal, mengapa di jaman Kartini belum ada internet? Seandainya saat itu sudah ada teknologi canggih ini, Beliau dapat ngeblog menyampaikan isi kepala dan hatinya melalui dunia maya yang bisa dibaca oleh berjuta-juta kaum perempuan, sehingga perubahan bisa cepat berlangsung. Saya yakin blog beliau pasti akan menjadi jujugan dan panen award karena materinya yang dasyat dan briliant.
Berkat Kartini, kaum perempuan menjadi semaju saat ini. Para suami banyak terbantu oleh para istri, apalagi saat resesi bertubi-tubi. Kartini bukan hanya milik perempuan, namun juga berjasa untuk kamu lelaki.
Baca lanjutannya ya...>>>>>