google-site-verification: google0ff5c5556fbbcbba.html

.:l jendela l:.

Celah Sirkulasi Untuk Berbagi

24.6.11

Pasti Bisaaa...!!

Diposting oleh diNa |

Sebagai karyawan, beberapa kali saya diikutkan dalam seminar atau pelatihan. Ada yang bertujuan menambah pengetahuan, namun ada pula yang bertujuan untuk mengobarkan semangat dan kualitas kerja. Bagi perusahaan jelas penting, kinerja yang baik berkorelasi terhadap peningkatan produktivitas. Untuk karyawan memang perlu, karena 'baterai' semangat sesekali perlu di-recharge agar tetap berkobar dan menyala.

Motivator selalu tampil cerdas dalam mengemas kalimat dan filosofi. Apapun jenis motivatornya, baik yang berbasis dunia kerja profesional maupun yang berbumbu agama. Ujung-ujungnya peserta manggut-manggut tanda kagum atau bangga karena pernah melakukannya. Namun tak jarang tersadar karena mengendornya semangat kerja. Ujung-ujungnya, saat menerima sertifikat akan dibarengi janji untuk bersemangat kembali.

Ternyata, urusan memotivasi diri tidak harus mengikuti seminar atau pelatihan. Tidak harus berada di hotel mewah, makan lezat saat coffee break dan berada di ruangan yang sejuk ber-AC. Juga, tidak harus mendengarkan wejangan dari orang yang 'berpangkat' atau yang mempunyai gelar seabrek.



Saya mempunyai motivator langganan di rumah. Seorang bocah laki-laki yang kini berusia 7 tahun, namanya Taranggana. Kebetulan, saya dan suami belum mempunyai momongan, bocah inilah salah satu dari sekian keponakan yang paling mengisi kavling hati kami.

Dari kecil saya sudah sangat dekat dengannya. Ia pernah rajin hadir tidur di antara kami berdua setiap malam minggu. Sebelum tidur, ritualnya adalah 'ndalang' memainkan replika motor Valentino Rossi atau Casey Stonner. Jika bosan, kadang ia mengambil beberapa boneka hewan dan memainkannya sesuai perannya masing-masing. Sambil menemani, kami membaca majalah atau melayang di dunia maya. Telinga terus memantau celoteh cedalnya. Kami merasa wajib mendengarkan dan sesekali bertanya untuk menjaga kelangsungan ceritera dan berbagi perhatian. Saat kantuk menyerang, ia bergegas turun dari tempat tidur dan meletakan mainannya di meja secara rapi. Saya bangga dengan disiplin tinggi didikan kedua kakak saya meskipun kala itu usianya baru sekitar 4 tahunan.

Jangan kaget, penawaran makanan akan ditolak mentah-mentah kala ia sudah melalui salah satu ritual menjelang tidur yang bernama 'rawat'. Prosesi ini adalah membersihkan seluruh badannya dengan washlap, menggosok gigi dan memakai piyama. Merasa sudah bersih, maka ia akan menolak semua makanan yang ditawarkan kepadanya. Lagi-lagi, sebuah disiplin natural yang dikedepankan.



Sedikitnya teman seusia di lingkungan rumahnya menjadikan ia mau tidak mau harus 'naik kelas' di atasnya. Maksudnya, bergaul dengan teman-teman kakaknya yang terpaut 4 tahunan. Untuk mengimbangi mobilitas, ia harus belajar naik sepeda. Saat itu usianya sekitar 5 tahun. Ketika mendengar anak sekecil itu belajar naik sepeda saya menjadi was-was, bagaimana kalau terjatuh? Jaman saya dulu masih banyak jalan kampung dari tanah, kalaupun sampai terjatuh tidak akan separah jalan aspal. Untuk mengantisipasi itu akhirnya saya membelikan helm. Persyaratan wajib dari saya adalah boleh naik sepeda asal ber-helm, agar isi otaknya yang cerdas terlindungi.

Suatu saat sepulang kerja saya mampir ke rumahnya. Ingin tahu hari-hari pertamanya belajar naik sepeda. Ketika memasuki halaman rumahnya tak henti saya memandang sebuah sepeda butut warisan kakaknya. Sementara sepeda tadi bersanding gagah dekat sepeda baru milik kakaknya. Saat akan melangkah masuk ke rumah, sebuah 'magnet' menarik mata saya untuk menikmati dua buah helm pemberian saya untuk dia dan kakaknya. Sungguh saya sangat trenyuh sekaligus bangga, sungguh di luar dugaan. Salah satu helm ditulisi menggunakan spidol biru. Tulisan yang sangat indah untuk anak usia TK : "Pasti Bisa".

Konfirmasi menyebutkan tidak ada intervensi dari kedua orang tuanya. Dua buah kata yang bermakna sangat dalam. Saya sempat mendiskusikan dengan suami. Kata Pasti, adalah sebuah keyakinan akan kemampuan. Mengandung semangat yang luar biasa besar dan perjuangan tanpa menyerah. Beda dengan kata harus, karena bermakna sebuah usaha. Saya sempat geleng-geleng, anak seusia dia otaknya mampu memilih kalimat dasyat "Pasti Bisa".

Dua kata dasyat ini benar-benar dibuktikan. Dulu, kakaknya butuh satu bulan untuk menggerakan kereta angin ini pada saat usinya 7 tahun. Kini, Rangga telah memecahkan rekor kakaknya, cukup satu minggu untuk menguasai alat transportasi ini pada usia 5 tahun. Ia terus mengobarkan "Pasti Bisa" untuk kemauan kerasnya yang lain yaitu masuk ke tim drum band sekolah TK-nya. Setelah SD, kini ia mengobarkan keinginanya untuk masuk tim Sekolah Sepak Bola (SSB) mewujudkan mimpinya sebagai pesepakbola nasional. Bermodalkan semangat yang membara pula karena keinginannya jalan-jalan ke Jakarta, saat ini Rangga tengah menikmati liburannya di rumah sepupunya seorang diri tanpa kawalan orang tuanya. Melihat semangatnya yang selalu berkobar, energi saya pun selalu terbakar saat bersamanya.

Rangga, Pasti Bisa... !!



Baca lanjutannya ya...>>>>>
10.6.11

No Parti No Cry

Diposting oleh diNa |

Lebih dari sewindu mbak Parti bersama keluarga kami. Waktu yang cukup lama untuk sebuah ukuran loyalitas. Apalagi sekarang cari partner untuk mengurus rumah tidaklah mudah. Salah pilih bisa-bisa kita yang 'disembelih'. Banyak kasus, sehari dua hari bekerja rumah dikuras. Pergi tanpa bekas dengan memalsu identitas. Lemaaaass...!!

Bersama mbak Parti detail kebutuhan dapur dan sekitarnya selalu terpenuhi. Tak jarang mbak Parti mampu menterjemahkan instruksi sekecil apapun menjadi layanan yang cukup berkualitas. Bahkan kadang kreativitas lahir tanpa adanya instruksi yang bergulir.

Makan pagi tersaji setiap hari tanpa harus berkejaran dengan waktu. Mandi, sarapan, hingga baju sudah rapi kena timpahan seterika. Rumah pun sudah rapi tersapu dari debu.

Sret.. sreeettt...., pintu pagar dibuka siap-siap meluncur. Saat itu pikiran hanya tertuju pada pekerjaan yang sudah siap memburu. Nggak pernah terpikir apakah kompor sudah dimatikan, colokan seterika sudah dicabut, bahkan tanpa harus paranoid soal gas menguap.

Saat pulang kerja, di meja makan telah mengepul sayur panas dan bau lauk yang menggaruk selera. Gelas penuh air putih dan jus buah segar berdiri di meja makan dengan tegar. Perutpun siap menampung. Ketika hasil karya mbak Parti memenuhi isi perut, badan pun kembali segar tak lagi mengkerut.

Sambil klesetan, acara TV menjadi suplemen makan malam yang cukup menghibur. Setelah perut tak terasa penat, kamar mandi menjadi ritual terakhir sebelum merebahkan tubuh hingga subuh.

Pagi pun menyapa, mbak Parti pun telah kembali siap siaga...

Sayang kebersamaan itu harus berakhir. Berat, baik secara hubungan kemanusiaan maupun kerja. Sarat, hingga memerlukan proses waktu yang panjang untuk evaluasi yang cukup mengencangkan urat syaraf . Entah kenapa dua tahun ini mbak Parti seringkali emosi tanpa kendali walaupun dalam simbol-simbol yang belum tentu orang lain mengerti. Kesamaan budaya membuat saya paham dan lebih mengerti. Telah berkali-kali pula saya evaluasi secara hati-hati agar lebih mengerti dan peduli. Namun rupanya proses evaluasi dua tahun tetap tidak meyurutkan moody mbak Parti yang menurut kami malah semakin menjadi. Akhirnya dengan berat hati kebersamaan ini harus kami sudahi. Etika, unggah-ungguh, tata krama menjadi materi utama alasan kami.

Kini, saya dan suami harus bangun lebih pagi. Setelah sholat, kami jadi terbiasa dengan check list nasi, Done! Lauk, Done! Setrika, Done! Bersihin kamar, Done!, Cuci Piring, Done!

Berat, tapi sudah tidak ada lagi pemandangan wajah ditekuk terkesan hati kurang terketuk. Tidak ada lagi rasa dongkol yang harus dibawa sampai kantor. Sekali lagi, berat tapi hati lebih tenang. Biar berat dan capek, No Parti No cry...!!

Anyway, tetap terima kasih yang tak terhingga untuk mbak Parti...






sumber gbr : greyskiestb.blogspot.com

Baca lanjutannya ya...>>>>>
Subscribe