google-site-verification: google0ff5c5556fbbcbba.html

.:l jendela l:.

Celah Sirkulasi Untuk Berbagi

22.12.08

k A n G E n

Diposting oleh diNa |

Bukan sedang ngajak ngomongin segerombolan pria bermusik asal Lampung yang bercirikan rambut ‘polem’ alias poni lempar. Group yang ngetop selain lagu, juga karena jepitan kelompok nyiyir yang malah mampu menyihir.

Saya hanya ingin ngomongin soal kangen. Karena saya sendiri bingung, sebenarnya kangen itu apa... Banyak orang bilang kangen adalah soal rasa. Walaupun begitu proses pendeteksiannya tidak melalui rongga mulut dengan penampang lidah sebagai alat perasa. Alat pendeteksi yang paling pas mungkin hati. Organ yang satu ini sangat dipengaruhi oleh tingkat emosi. Coba bayangkan sendiri soal kangen ini, karena saya takut berteori.

Perasaan ini kadang muncul saat hati sedang gundah, resah atau saat tiba-tiba merasa sendiri dalam pasrah. Saat melow datang, inilah musim kangen tiba. Tidak semua perasaan kangen dapat terobati begitu saja. Meskipun sarana telekomunikasi merajalela, tapi bukan itu jawabnya. Seringkali melamun menjadi solusinya.

Kangen? Rindu? Kata orang sama saja
Sama-sama bikin pikiran melayang-layang
Rekaman tawa, canda, murka muncul bergantian di depan mata
Andaikan saja masa bisa kembali diputar ulang

Kangen, begitukah?

Sumber Gbr : eykahamasuba.blogspot.com

Baca lanjutannya ya...>>>>>
5.12.08

Belajar ber-KORBAN

Diposting oleh diNa |


Bagi umat muslim, pasti semua sudah tahu tentang makna Qurban. Namun, karena pemahaman saya tentang agama masih jauh dari sempurna, saya ingin berbagi melalui jendela ini sisi lain dari berkorban.

Jelas, yang namanya berkorban tidak lepas dari kata ikhlas, atau orang Jawa bilang legowo. Bisa saja mata menyuruh otak agar tangan kita merogoh dompet dan melalui tangan eksekusi berkorban berlangsung, tapi ternyata hati kecil kita berontak, “Kok banyak juga ya..” atau “Jangan-jangan tidak digunakan sebagaimana mestinya..” Ternyata sulit juga ya berkorban dengan ikhlas.

Hari Minggu kemarin saya ke klinik medis gara-gara rasa serak menyeruak di tenggorokan. Batuk terus menerus membangunkan tidur. Saat panggilan dokter umum memecah sepinya klinik di hari Minggu, bersamaan itu bocah kecil meraung-raung menangis dalam gendongan sang baby sitter, sementara itu papanya sibuk mengurus administrasi pendaftaran. Tidak tega dengan tangisan si bocah, saya putuskan untuk mengalah mendahulukan anak tersebut. Tidak berapa lama kemudian suara tangis bocah kembali bergema di pelukan sang pengasuh keluar dari ruang praktek dokter. Saya berpikir tidak lama lagi papanya pasti juga ikut keluar. Namun tunggu tinggal tunggu, ternyata papanya tidak kunjung keluar juga. “Jangan-jangan papanya gantian konsultasi”, gumam saya sedikit geram. Jawaban suami pun membuat saya jadi sedikit terhenyak.. “ Tadi minta si anak kecil masuk duluan, sekarang giliran lama kok ngedumel..”. Nah lo.., ternyata berkoban itu tidak mudah juga ya.. Padahal ini baru sebagian hal kecil dalam kehidupan!

Berkorban biasanya dikaitkan dengan menyerahkan sesuatu yang berharga kepada orang lain. Bisa berupa cinta, harta, nyawa, waktu, ilmu atau yang lainnya. Kita harus menerima keputusan yang tidak sesuai dengan idealisme kita, itu berkorban. Pengennya nonton film A, tapi jadinya nonton film B sesuai keinginan pasangan kita, juga berkorban. Transfer ilmu yang kita punya kepada junior kita, juga bagian dari berkorban. Meluangkan waktu kita untuk mendengarkan curhat teman, ini pun berkorban.

Tanpa sadar sebenarnya kita sudah banyak melakukan aktivitas berkorban. Kalau hal ini biasa kita lakukan dengan ikhlas untuk orang-orang di sekeliling kita yang membutuhkan niscaya hidup kita semakin membumi penuh arti. Bahagia. Bukankah sudah banyak kenikmatan yang diberikan olehNya untuk kita?

Sedang belajar berkorban juga seperti saya?


Sumber Gbr : lilblog.multiply.com


Baca lanjutannya ya...>>>>>
Subscribe