google-site-verification: google0ff5c5556fbbcbba.html

.:l jendela l:.

Celah Sirkulasi Untuk Berbagi

8.8.10

Sabaleha

Diposting oleh diNa |

Bagi orang Jawa, mungkin juga suku lainnya ada dua ritual penting yang sering dilakukan dalam menyambut bulan Ramadhan, yaitu ziarah/nyadran/nyekar dan padusan atau mensucikan diri.

Menyonsong Bulan Suci Ramadhan, ritual ziarah/nyadran/nyekar ke makam leluhur dan kerabat biasanya dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia. Tujuan utamanya adalah mendoakan agar Allah senantiasa memberikan ruang terbaik untuk para arwah. Semakin dekat dengan bulan Puasa, semakin banyak terlihat gerombolan mobil dan motor parkir di mulut pintu makam. Banyak keluarga menyerbu makam dengan menenteng bunga tabur. Masyarakat sekitar makam dengan ramah bergaya guide mengantar dan membantu mencari lokasi makam yang dimaksud. Blok demi blok dilalui dengan kepala berisi GPS peta lokasi makam. Dengan menenteng pacul dan arit sang tamu tak perlu miris, peralatan tadi disiapkan untuk membantu membersihkan makam yang mungkin kurang terawat.

Dampak ekonomi 'kecil' sangat terasa. Perputaran uang dimulai dari penjual bunga tabur dan merembet ke tukang parkir dadakan dan bermuara kepada para pembersih makam. Bayangkan hal ini terjadi pada mayoritas penduduk Indonesia yang jumlahnya menembus 200 jutaan.

Untuk menyambut Bulan Puasa, juga ada tradisi seru yang sering dilakukan yaitu padusan yang berasal dari bahasa Jawa adus (mandi). Ada kuajiban untuk membersihkan diri dan berdoa sebelum memulai Puasa. Di pedesaan, banyak sungai dan sendang menjadi tujuan ritual ini. Seperti halnya makam, tempat ini pun menggulirkan sektor ekonomi 'kecil'. Berbeda dengan suasana di pedesaan, kolam renang dan tempat bermain air lah yang menjadi tujuan utama di perkotaan.

Berhubungan dengan ziarah, nyadran atau nyekar, kebetulan ayah saya bersemayam di sisi Allah di Padang Sumatera Barat. Sebuah perjuangan untuk bisa sowan ke makam ayah. Selain jarak dan waktu, sedikitnya jumlah penerbangan secara otomatis menggelembungkan harga tiket, belum lagi kalau ada tradisi besar seperti saat ini. Hal ini ditambah lagi dengan sistem pengelolaan makam di sana yang memberlakukan sistem sewa yang ketat. Saya dan keluarga harus terus menerus memantau masa berakhirnya masa sewa makam agar Ayah terus dapat dikunjungi.

Makam umum ini terletak di dekat bandara Padang. Luasnya minta ampun. Saya dan keluarga pernah dibuat bingung mencari lokasi makam ayah. Telpon terus menyala memohon arahan dari Om yang telah berjasa memindahkan makam ayah dari gempuran ombak pantai di Payahkumbuh.


Menyerah. Setelah kantor makam buka, akhirnya saya memohon bantuan juru kunci. Ternyata, tidak gampang juga memahami bahasa Padang di telinga orang Jawa. Juru kunci berkali-kali bilang "Sabaleha". Blas saya tidak mudeng, berkali-kali saya mencoba menebak kata itu, tetapi dikandaskan karena salah. Baru setelah ada petugas lain dan menuliskan, ternyata makam ayah saya terletak di nomor Sebelas H (11H). Dengan sigapnya juru kunci renta itu menunjukkan makam ayah saya dengan tepat tanpa toleh kanan kiri. Hebat..!! Hafal di luar kepala..!!

Tahun ini kembali saya dan keluarga harus segera ke Padang untuk memperpanjang sewa makam. Ada wacana makam ayah akan kami pindahkan ke Jawa agar lebih mudah perawatannya. Namun tentu hal ini butuh persiapan. Moga-moga Pak “Sabaleha” selalu diberi kesehatan agar bisa menunjukkan makam ayah lagi, karena saya yakin pasti kami kembali kebingungan mencarinya.




Baca lanjutannya ya...>>>>>
Subscribe